Honeymoon??
Dalam kamus hidup saya sebenarnya tidak pernah terpikirkan jika setelah menikah akan melakukan yang namanya honeymoon, bagi saya mending uangnya itu dipakai untuk membeli hal-hal yang diperlukan dalam berumah tangga nantinya. Makanya ketika Ndut berwacana ingin honeymoon saya hanya menyanggupi honeymoon ke tempat yang terdekat dengan Malang yaitu Batu. Untungnya sih Ndut mau walaupun saya tahu dia mempunyai impian untuk honeymoon ke Yogyakarta.
Hingga kemudian Ndut mengungkapkan keinginannya untuk menjenguk neneknya, yaitu Mbah Kinah di desa Gugur, Matesih, Solo. Saya pun mengiyakan keinginannya, selain ingin membahagiakan istri, saya sebagai cucu juga ingin tahu tempat tinggal Mbah Kinah yang menurut cerita Ndut berada di lereng gunung Lawu.
Atas beberapa pertimbangan, rencana kami menjenguk Mbah Kinah agak dimajukan ke bulan Mei.
Agak berat juga sebenarnya mengambil keputusan tersebut karena di awal bulan saya udah ninggalin Ibu rekreasi ke Bandung-Jakarta, eh sekarang mau ditinggal lagi. Tapi di sisi lain, sebagai suami saya tidak bisa membiarkan Ndut pergi sendiri ke Solo. Saya tahu dia punya jam terbang yang lebih tinggi dalam berpetualang namun saya tetap tidak tega untuk melepasnya sendiri. Bismillah, akhirnya saya putuskan untuk tetap pergi ke Solo. Di rumah masih ada kakak-kakak saya yang menjaga Ibu, sedangkan di jalan nanti, siapa yang akan menjaga Ndut?
Perjalanan Yang Tertunda
Ungkapan Mestakung alias semesta mendukung terwujud manakala restu dari Ibu kami dapatkan meski saya tahu di hati beliau ada kesedihan karena saya tinggal keluar kota lagi. Dukungan kedua datang dari kelompok arisan Emak (ibunya Ndut) di desa Popoh yang kebetulan akan mengadakan rekreasi ke Yogya. Karena Emak sedang bekerja di Hong Kong sana, maka jatah rekreasi tersebut diberikan kepada Ndut selaku anaknya. Kami pun tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, untunglah peserta rekreasi boleh mengajak anggota keluarga yang lain dengan membayar biaya tambahan.
Di hari yang telah ditentukan, yaitu tanggal 16 Mei 2012 kami berangkat dari Malang menuju Blitar dengan menggunakan bus. Entah sial atau gimana, untuk kedua kalinya perjalanan Malang-Blitar harus saya lalui dengan berdiri di dalam bus. Cukup perjuangan banget menjaga badan tetap berdiri seimbang di atas bus yang jalannya kencang mengingat badan masih agak capek karena baru pulang kerja waktu itu. Ditambah lagi lalu lintas sempat macet karena ada kecelakaan truk di daerah Kalilegi dan hujan deras yang mengguyur dari Kepanjen hingga Blitar. Alhamdulillah kami selamat tiba di Blitar dan tidak sampai ketinggalan rombongan rekreasi.
Setelah beristirahat sejenak di rumah Ndut, kami lalu menuju rumah Ibu RT dimana para peserta rekreasi berkumpul. Karena ini acara rekreasi arisan ibu-ibu maka para pesertanya pun mayoritas juga ibu-ibu. Sekitar pukul setengah sembilan bus yang kami tunggu datang dan setelah itu berangkat menuju Yogya. Waktu itu kami berdua mendapatkan tempat duduk di belakang, sebagai peserta tambahan saya mau nggak mau harus menerima meski sebenarnya agak keder juga. Penyebabnya adalah ‘hobi’ saya yang suka mabuk perjalanan dan resiko itu akan semakin besar jika duduk di bangku paling belakang. Tapi ya udahlah saya berusaha tetep tenang, yang penting usaha yaitu dengan minum obat anti mabuk Dramamine, rekomendasi dari Lina. Ndut juga member semangat, nggak perlu takut mabuk perjalanan karena ada dia di samping saya.
Ketika sampai di ujung gang menuju jalan raya, bus mendadak berhenti sebelum melewati rel kereta api yang membentang di sepanjang desa Popoh. Awalnya kami mengira bus menunggu jalan raya sepi atau kereta api melintas terlebih duhulu jadi semua penumpang tenang-tenang saja.
Waktu berlalu hingga lima belas menit lebih namun bus masih saja diam di tempat, para penumpang mulai bertanya-tanya. Barulah kami tahu kalau ternyata ada yang tidak beres dengan bus tersebut, koplingnya jebol. Solusi yang ditawarkan adalah dicarikan bus pengganti dari Tulungagung yang membutuhkan waktu satu jam untuk sampai di Blitar. Sambil menunggu bus pengganti datang kamipun keluar dari bus dan duduk-duduk depan rumah penduduk setempat. Eh lha kok ternyata salah satu tetangga Ndut ngasih tahu kalau pihak travel dan supir bus bertengkar sampai mau adu jotos gara-gara kopling yang jebol itu. Saya yang dasarnya penasaran orangnya (bilang aja kepo Wan) nyoba mencari tahu kebenarannya dengan berjalan menuju depan bus dimana ada pihak travel dan kernet bus di situ. Sopirnya sendiri udah nggak berada di tempat, katanya sih kabur.
Ketika lagi ngobrol gitu, tahu-tahu ada ular weling yang muncul dari semak-semak di rel kereta api dan berjalan menghampiri kami. Untung Mas Agus dengan sigap langsung memukul-mukul ular tersebut dengan sandalnya yang cukup keras. Seorang Ibu yang tinggal dekat situ mengatakan baru kali ini ada ular muncul di jalan, semuanya jadi pada parno dan menganggap itu pertanda buruk bagi perjalanan wisata kami. Masyarakat Blitar yang memang kental kepercayaan Jawanya mengamini hal itu dan akhirnya dengan berat hati acara rekreasi ke Yogya itu pun dibatalkan.
Kami berdua jelas kecewa tapi lebih kasihan lagi melihat anak-anak yang pulang dengan gontai menuju rumahnya lagi. Apalagi jarak yang ditempuh dari ujung gang menuju desa itu cukup jauh. Yaa memang lebih baik dibatalkan daripada nanti terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Untungnya uang yang sudah saya bayarkan dikembalikan langsung sehingga bisa saya pakai untuk berangkat sendiri ke Yogya besok harinya.
Yuk kita Backpacker-an
Di pagi yang cerah sekitar pukul setengah tujuh, kami memulai perjalanan kami dari gerbang Desa Popoh. Rute yang akan kami tempuh adalah Desa Popoh-Blitar-Nganjuk-Solo. Sebagai seorang yang awam dalam dunia backpacker dalam perjalanan ini saya menyerahkan urusan rute perjalanan ke Ndut, biar saya yang menangani pendanaan dan lainnya.
Kami belum sempat sarapan karena memburu waktu biar tidak kesiangan berangkatnya, sebagai menu sarapan ala kadarnya kami memakan bekal biscuit di dalam bus. Busnya sendiri bus biasa, bukan bus AC jadi saya nggak kuatir kena mabuk perjalanan. Emang dasar orang ndeso ga cocok sama AC dalam kendaraan. Dari Desa Popoh ini bus akan membawa kami ke terminal Blitar baru kemudian naik bus tujuan Nganjuk. Untung saja pas sampe di terminal ada bus yang sudah bersiap-siap berangkat sehingga kami tak perlu menunggu lama di sana.
Perjalanan ke Nganjuk cukup lancar meski agak boring dan lama juga karena bus berhenti tiap kali ada calon penumpang yang menyetop di pinggir jalan. Suasana yang penuh sesak dan percakapan penumpang lainnya menjadi santapan kami sepanjang perjalanan. Sekitar jam dua belas kami sampai di terminal Nganjuk dengan badan yang udah agak capek, kebelet pipis dan perut sudah keroncongan, lengkap sudah deh. Begitu masuk terminal maka tempat yang kami cari pertama adalah toilet.
Ketika menuju toilet ada beberapa makelar/kernet bus yang menanyai tujuan kami, juga para penjual makanan-makanan khas Nganjuk. Sayang saya lagi nggak mood untuk membeli selain itu juga barang bawaan kami sudah cukup banyak dari Malang. Dari salah satu kernet bus ada yang menawari bus yang sesuai dengan tujuan kami, yaitu Solo. Daripada nanti susah nyari sendiri kami pun memilih naik bus tersebut. Lumayan lah, bus Ngajuk-Solo pakai AC dikenai tariff Rp. 40.000 per orang. Dan lagi-lagi kami harus memulai perjalanan kedua dengan perut kosong huhuhuhu beneran backpa
cker ini.
Oh iya, pas gugling di inet tentang obat khasiat Dramanine yang saya minum, saya baru tahu kalau ternyata obat-obat anti mabuk itu lebih efektif bekerja jika diminum saat perut dalam keadaan kosong. Walaah pantesan selama ini saya kok tetep aja mabuk meski udah minum obat ternyata cara saya salah. Keadaan kami yang dua kali naik bus nggak sempat makan menjadi keuntungan yang tersembunyi bagi saya yang gampang mabuk ini.
Menjenguk Mbah Kinah
Mbah Kinah adalah nenek Ndut dari pihak ibunya, rumahnya di Desa Gugur, Matesih, Solo. Desa Gugur ini terletak di lereng Gunung Lawu yang jaraknya jauuuh banget dari Terminal Solo. Waktu perjalanan yang kami tempuh hampir dua jam, mulai dari bus masih kosong hingga penuh sesak dengan para penumpang yang sebagian besar adalah para pekerja yang pulang di sore hari. Sedikitnya jumlah armada bus membuat para penumpang rela naik berdesak-desakan, ditambah lagi sopir n kernetnya kayaknya lebih mentingin mengejar setoran sehingga meski bus sudah penuh sesak tetep saja menaikkan penumpang. Kasihan deh liat bayi dan anak kecil yang pastinya merasa panas dan tersiksa banget berada di kerumunan orang-orang dewasa. Untuk keluar dari bus pun dibutuhkan perjuangan khusus karena sempitnya bus.
Mbah Kinah tinggal sendirian di rumahnya yang cukup besar itu. Hanya ditemani oleh hewan-hewan peliharaannya seperti ayam dan kambing. Untuk mencapai rumahnya saja kami masih harus naik ojek lagi setelah turun dari bus dan jaraknya lumayan capek juga kalau ditempuh dengan jalan kaki. Melewati jalan naik turun, dengan sawah serta pepohonan yang rindang di kanan-kirinya.
Saat kami datang, Mbah Kinah menyambut kami dengan penuh kebahagiaan. Bahkan beliau sudah mempersiapkan kamar dan air hangat buat kami berdua, sebuah perhatian yang membuat saya tersentuh. Saya tak bisa membayangkan bagaimana rasanya tinggal sendiri di lereng gunung, kalau saya pasti sudah merasa lonely banget. Mbah Kinah tampak senang ketika membuka sekedar buah tangan dari kami berupa keripik tempe dan keripik buah khas Malang, tak lupa juga foto-foto pernikahan kami.
Selain kami, pamannya Ndut, Paklek Marmo sekeluarga, yang tinggal Bandung juga akan datang besok harinya. Karena berada di lereng gunung, tidak mengherankan jika hawa udara di Desa Gugur cukup dingin, apalagi di malam dan pagi hari, cocok buat pengantin baru yang lagi honeymoon seperti kami. Sebenarnya Ndut ada rencana untuk mengajak saya ke air terjun Grojogan Sewu tapi karena jaraknya yang jauh terpaksa dibatalkan. Sayang kami hanya sehari di rumah Mbah Kinah karena waktu yang tak mengijinkan. Pukul sebelas siang kami berangkat dari Desa Gugur menuju Yogyakarta. Nyuwun pamit Mbah, semoga kita diberi umur panjang dan kesempatan untuk bertemu lagi di tahun-tahun yang akan datang.
Berbagi Suami eh Kursi 😀
Untuk menuju Yogyakarta, kami mempunyai rencana untuk naik kereta api. Namun nasib baik belum berpihak kepada kami karena ketika sampai di Stasiun Jembres, baru ada kereta api yang berangkat ke Yogyakarta jam empat sore. Kami tentu tak mungkin menunggu selama itu, lebih baik naik bus saja pasti sudah sampai sebelum jam empat di Yogykarta.
Jujur saja, moment ketika kami berjalan dari stasiun mencari bus menuju terminal itu sempat membuat saya agak down karena kondisi badan yang kecapekan dan masih ditambah lagi dengan barang bawaan yang berat. Teriknya sinar matahari seakan tak peduli dengan kepenatan yang kami rasakan, duh beneran berat deh jadi backpacker ini huhuhuhu.
Sebelum naik bus menuju Yogyakarta, kami sempatkan diri dulu untuk mengisi perut yang kosong ini. Menu Tahu Kupat menjadi pilihan kami berdua, selain harganya yang cukup murah, hanya enam ribu, saya pribadi memang belum pernah nyicipin makanan tersebut. Kolaborasi kupat beras dan tahu dengan guyuran kecap manis pedas yang pas di lidah mampu mengalihkan sedikit kepenatan kami, tak lupa minuman es teh menjadi penyegar suasana di terminal Solo yang panas.
Perjalanan Solo-Yogyakarta berjalan cukup lancar meski awalnya agak nggak enak karena saya dan Ndut duduknya terpisah. Namanya pengantin baru maunya kan bersama-sama terus he he he. Saya duduk dengan bapak penjual kain asal Klaten, sempat agak kesel juga dalam hati karena si bapak kalau duduk seenaknya aja. Mana dia pegang dua hape yang kalau lagi sms-an sikunya sampai mendesak-desak gitu di lengan saya. Ndut sendiri juga ngeluh nggak bisa duduk enak karena harus berbagi kursi dengan sepasang suami istri. Nggak apa-apalah Yank, yang penting nggak sampai berbagi suami 😀 *dikeplak*
Ujian Belum Berhenti
Tujuan pertama kami ketika sampai di Yogyakarta adalah ke Stasiun Tugu untuk membeli tiket pulang. Dari terminal luar Yogyakarta kami menaiki bus Trans Yogya. Jujur saja, ini pengalaman pertama saya jadi rasanya agak excited gitu. Sebelum naik ke bus, kami ditanyai dulu oleh petugas tujuannya kemana, setelah itu baru dikasih tahu bus Trans Yogya mana yang harus kami naiki dan berhenti di shelter mana saja. Untunglah Ndut sudah pernah menetap di Yogya selama beberapa bulan jadi dia cukup paham jalur-jalur mana yang harus dinaiki.
Sempat tergelitik juga ketika mendengarkan instruksi yang disampaikan petugas bus setiap kali singgah di shelter-shelter, dengan fasih dan lancar mereka menyebutkan jenis bus dan tujuan-tujuannya. Saya jadi membayangkan jika di Malang ada busway juga, mungkin akan seperti ini kalimat yang diucapkan: Kita sampai di Shelter Kayutangan, bagi anda yang ingin melanjutkan perjalanan ke Comboran-Mergosono-Gadang silahkan naik bus 3 B, sedangkan yang ingin ke Kasin-Tanjung-Mergan-Bandulan silahkan
naik bus 2 B, bagi yang masih mau mengikuti cerita kami silahkan tetap di blog ini he he he.
Long weekend yang padat membuat bus Trans Jogja tak bisa maksimal melayani para penumpang, di setiap shelter kami harus menunggu cukup lama untuk bisa oper ke bus lainnya. Atau kalau nggak gitu, jumlah penumpang di bus sudah penuh banget sehingga tak mampu lagi mengangkut penumpang. Kami menyerah di shelter ketiga karena sudah menunggu setengah jam lebih namun tak kunjung terangkut karena busnya penuh terus, akhirnya kami rela merogoh kocek lebih dalam untuk naik taksi menuju Stasiun Tugu.
Mungkin kami memang belum berjodoh naik kereta api dalam perjalanan kami karena ketika hendak memesan tiket di Stasiun Tugu, semua kereta sudah penuh. Ada sih satu kereta yang masih kosong, yaitu Malabar. Tapi sayang harga tiketnya cukup mahal: 365.000, udah gitu baru berangkat Senin dini hari dan sampai di Malang jam Sembilan pagi. Wadaah, udah mahal malah telat lagi, ya ogahlah saya. Wong hari Senin pagi saya sudah harus berada di kantor lagi. Kegagalan mendapatkan kereta api membuat kami agak panik, mau naik apa ntar pulangnya. Bus malam menjadi satu-satunya alternative yang ada di pikiran kami saat itu. Tapi kami nggak mungkin mencari saat itu juga karena hari sudah malam, maka kami putuskan segera mencari penginapan.
Ketika masih berada di Solo kami sudah mencoba bertanya kepada teman-teman kami yang berada di Yogya tentang info penginapan di sekitar Stasiun Tugu dan mayoritas menjawab semua hotel dan penginapan biasanya penuh kalau libur panjang. Memang benar ternyata, ketika kami menyusuri jalan di dekat Malioboro yaitu Jalan Pasar Kembang hampir semua hotel dan penginapan full. Untungnya kami menemukan satu kamar kosong di Penginapan Dua Satu, dan kami makin bersyukur karena tak lama setelah kami mandi hujan deras disertai sedikit angin mengguyur kota Yogyakarta malam itu. Tak terbayangkan jika kami masih berada di jalan basah kuyup kehujanan dengan membawa begitu banyak barang.
Serba-Serbi Yogya
Di Yogyakarta kami tak bisa mengunjungi objek-objek wisata yang terkenal di Yogyakarta karena beberapa alasan: waktu yang terbatas, agenda acara yang cukup banyak dan lalu lintas yang macet. Malam hari setelah bersih-bersih dan sholat, kami pergi ke Malioboro untuk makan malam sekalian belanja, kali aja ada barang yang cocok di hati. Makan malam di Malioboro boleh dibilang bukan hanya membeli makanannya saja tapi juga membeli suasana. Gimana nggak? Untuk satu potong paha bebek bakar saja dihargai hingga 18 ribu rupiah, itu nggak termasuk nasi dan lalapannya. Padahal di warung di dekat penginapan kami, satu porsi bebek goreng lengkap hanya 19 ribu saja. Nggak heran jika ada yang memlesetkan nama Malioboro menjadi Maraiboros alias membuat boros.
Kami juga tidak lupa membeli makanan khas Yogyakarta yaitu bakpia pathok. Yang menjadi pertanyaan sejak dulu adalah pemberian nomer pada bakpia seperti Bakpia 24, Bakpia 25 hingga Bakpia 99 itu berdasarkan apa ya? Nomer register/hak paten atau nomer rumah pembuatnya? 😀
Seperti saat pergi Bandung-Jakarta, di Yogyakarta kami juga menyempatkan diri untuk kopdar dengan teman-teman MP yaitu Mbak Nita Candra, Mbak Tiwik dan Priyo. Mbak Nita dan Mbak Tiwik merupakan kontaknya Ndut dan temannya selama bekerja di Yogyakarta. Kalau Priyo mah udah nggak asing lagi bagi kami berdua, Priyo ini boleh dibilang mak comblang kami karena dialah yang mereferensikan ID saya kepada Ndut ketika dia memutuskan hijrah ke Malang. Dalam acara kopdar itu kami tak lupa juga makan-makan di angkringan Stasiun Tugu yang sudah tersohor rasa makanannya yang enak dan harganya yang murah meriah.
Hal unik yang saya temui di sekitar penginapan adalah adanya gang kecil yang di dalamnya ternyata dipenuhi dengan hotel kecil dan penginapan. Sungguh, saya takjub sekali melihat hotel kecil, penginapan dan restoran yang didesain begitu eksotis di dalam sebuah gang dengan jalan yang hanya cukup dilalui satu motor saja itu. Untuk tarifnya, ada yang murah mulai dari 125 ribu per malam hingga tarif yang mengikuti standart internasional. Nampaknya gang tersebut sudah mendapatkan kredit yang bagus dari turis mancanegara karena sebagian besar pengunjungnya adalah para bule-bule gitu.
Di malam minggu yang cerah, sekitar pukul delapan kami meninggalkan Yogyakarta menggunakan jasa travel dengan diiringi lagu-lagu Sheila on 7, sebuah kebetulan yang indah. Nampaknya sang sopir mengerti bahwa perjalanan ke Malang ini begitu istimewa karena kami pulang membawa kenangan-kenangan manis Honeymoon ala Backpacker.
Diikutkan dalam lombanya Love Journey di sini.
itu foto terakhir menunggu apee smp manyun begitu 😛
nunggu trans jogja Mbak, luamaaa beuuud.*alaykumat*
Why? It’s only one-hour-drive away from Matesih.
foto terakhir ivon lucu 😉
kalo naik bus katanya 1,5 jam Mas, bayangin harus dusel2an lagi saya ga sanggup, mending simpan tenaga buat ke yogya.
kalau aku kalau aku? :D*pasang muka imud**kemudian hening*
klo suaminya sok imud*kabur
Next time you visit Yogya, let me know at least a week before due date, so I can get an apartment ready for you two.
*ngekek*
wah, asyik banget yah, mas….jalan2 ke jogja…tempo hari saya juga sempat naik busway, dr bandara ke arah malioboro.wah, jadi kangen jogja lagi. moga2 bulan juli bs ke sana 🙂
Trus kira2 bakal jadi ketagihan backpacking gak, mas?
hahahaha, udah nunggu lama eeeh muter2nya lamaaa banget, padahal sebenernya kalo mo simple deket tuh*pengalaman pertamakali naiktransjogja2009*
nikmatnya…
doain ya Mas ada rejeki buat ke sana lagi n bisa kopdar.aku juga tak fasehin bahasa inggrisku dulu n kalo perlu bawa kamus ntar :D*dikeplak*
Aaarghhh lupa nulis kalo pas di jogja sempat ngubrul ama backpacker dari Jepang, doi lagi kesulitan cari angkutan trus tanya2 ke kami berdua. Fataah ga boleh diedit ya? huhuhuhu
pantes nganjuk-solo mahal pake patas.Aq pake bus AC tarif biasa jombang-jogja cuman 31 ribu.Semoga lain kali bisa kopdar sama mas narsis. . :p*maaf ya malah ngrepotin. Btw, makasi buku2nya.
iya asyik-seru tapi juga penuh perjuangan :Daamiin, nitip oleh2 ya Mas *eh
Mbak Rinda mau mbiayain? hi3btw pas nganter buku ke rumah Mbak, Ibunya Mbak cerita kalau Mbak itu anaknya yang paling bandel, suka keluyuran kemana-mana :Dbener nggak tuh?
benerrrrr sekaliii, coba kalau aku tahu rutenya mending pilih jalan aja.
Hoahahaha…… ah Wan, ketawa dulu ah! Aih, bisa’an aja deh kamyu!*cubit pipi Ihwan*
Alhamdulillah nikmat surga dunia *eh 😀
pas di terminal udah capek bangett, pengin naik bus yang cuepet jadi pilih patas wes. mental backpacker-nya kurang Lin :Daamiin, aku kan yo pengin kopdar sama bumil narsis :Pga kok, sama2, moga berguna buku2nya.
yup.. pilihan tepat, itu yang saya lakukan saat menyambangi cak Nono dari Jogja ke malang
aha jadi gitu toh biar ga mabuk.. jangan isi perut dulu minum obatnya.. kebetulan ya ga sempet makan..kan dari kapan itu dah ku bilang pesen tiketnya di malang kalu mo pulang ke jogya.. bisa kog pesen tiket kereta dimana saja untuk kemana saja.. biasanya juga penuh, selalu penuh walupun bukan libur, jadi beli tiketnya seminggu ato dua minggu seblomnya, kalu bisa sih sebulan seblomnya.. eh tapi kan ada kereta ekonomi? kalu naik ini bisa benerbener bekpekeran..
iya banyak tempat inap keren di gang-gang disana.. furniturnya juga keren.. dan murah meriah..
kira-kira bisa ga angan2 saya itu terwujud *mbayangin bus trans malang**blushing dicubitin Bunda*
enak langsung diantar di depan rumah, ga perlu ribet cari angkut di terminal.kapan itu ke Malang? apa kita udah kenal…belum kayaknya 😀
dapat ilmu secara ga sengaja Mbakpas mau berangkat dari Malang kami udah coba pesen tiket tapi sama Mbak, habisss, ada sih yang tiketnya midle gitu tapi kami masih mikir2.yang ekonomi juga habisss.
Mbak Tin pernah nginep di sana? aku pas liat gitu jadi nyesel buru2 chek in di hotel pinggir jalan.moga kapan2 bisa deh nyobain di situ.
kayanya kalau naik knedaraan, sebaiknya perut jangan terlalu kenyang….kemarin ngerasain juga waktu naik pesawat … hikss
Ibunya ivon di hongkong ya, wan?Ceritanya super lengkap, calon juara nih
iya emang betul Mas,mabuk ga?
iya Mbak.ini aja masih ada yang kelewatan dan kalo ga buat lomba mau saya tulis bersambung 😀
ada sodara yang bisnis hotel jadijadian gini.. murah meriah, kalu lagi rame, kamar dia juga dipake, dan dianya ngungsi ke sodara lain hihihi.. juga ada temen.. gangnya susah diinget, tapi daerah malioboro.. lucu ya gangnya, padet gitu..
itu ivon dari pertama sampe terakhir foto jilbabnya ga ganti?btw, mbahkinah tinggal sendiri gitu ga ditengokin sodara lain? keren ya di lereng gunung lawu..
ahahaha hotel jadi-jadian.pas aku melongok ke dalam salah satu penginapan, pemandangannya kontras deh, di teras ada bule minum kopi, di ruang tengah ada mbah-mbah liat tve :Diya jadi pengin ngerasain tinggal di situ.
lengkapnyajogja itu emang nggak pernah mboseni buat dikunjungi
errr lupa-lupa ingat 😀 biar orangnya aja yang jawabiya Mbak, berani deh beliau. ya anak2nya yang lain datang kok sesekali.
ada yang kurang ini n disingkat2 aslinya.yupe, setuju. mau honeymoon ke sana juga? :D*dibekep*
LOCKED!!!*langsung save tulisan ini*:)))
kalo ditambahin foto boleeh ga Taah? :D*sogok pake lalapan jamur*
gara-gara takut kepanjangan nulisnya mpe lupa makasih juga buat Fatah yang sudah kasih info penginapan, kereta dan penyewaan motornya.
Panjang dan lengkap, cerita yang manis :)Jadi ingin backpackeran juga sama suami 😀
Jogja itu kesannya emang homeykata Mbokdhe Desi itu akibat adanya Monumen Jogja Kembali, makanya setiap orang yang pernah ke Jogja selalu pengen balik lagiEnak yaaaa backpackeran berdua :DSemoga menang yooo :>– itu poto pohon yang deket danau (apa empang?) menyejukan banget —
Nggak boleeeeeeh :DAlhamdulillah, barusan kelar makan siang, masih kenyang. Jadi, rayuan lalapan jamurnya tidak mempan tuh! :pHahaha
Sama-sama, MasSesama backpacker, sudah sewajibnya saling membagi informasi :))#uhuk
btw, ini tumben potonya cuma segini? yang 346789 Gb lagi mana?*eaaaaaaaaaaa* XD
sebenarnya mau dibikin 2 postingan Mbak :Dayook, masa kalah sama kami? hi3*kompormeleduk*
mayan ini…biasanya bus EKA patas AC Nganjuk-Jogja dipatok 50rb, dapet makan di RM Duta Ngawibis yg ditumpangi Ihwan ini rupanya bis AKAP yg memanfaatkan kursi kosong
oh gitu ya, aku mek ga iso foto di depan monumen, lha di tengah-tengah jala raya rame gitu :Diyaaa, ntar pulkam bekpekeran aja sama Masnya Dan.di rawa-rawa Dan, kalo keluar bus sih panas aslinya 😀
hihi…yg jagain Ivon agak mabuk perjalanan rupanya ya ? 🙂
huhuhuhunyoba ke juri satunya aja, sogok pake perlengkapan beby :))
coba waktu itu bilang ke aku sblm aku mudik ya, bisa dipesankan tiket kereta baliknya dulu 🙂
apakah aku sudah pantas menyandang sebutan backpacker Tah? 😀
kalo ke Malang bekpekeran sak jane ya pingin, Mas..cuma kalo Lebaran namanya cari mati XDAku sama si Mas bekpekeran ke kota yang deket-deket aja (untuk sementara).Untungnya dia gak kapok pas kemaren bekpekeran nyasar di Bandung 😀
belum sempat dipindaaah, PC di rumah lagi lemot.sabar ya, ntar aku pasang semuaah :))*ora iso digunggung*
ga diterima Fatah ntar kalo 2 postingan :Dhehe…ini juga masih honeymoon terus kok, ga diumumkan aja :))
kami sempat kege-eran Mbak pas bus berhenti di sebuah rumah makan, lupa deh di mana, kirain mau dapat maem, eh cuma numpang lewat doang :))
dan yang dijagain ternyata gampang ketularan mabok kalo liat orang mabok :))
lha wong kami ini rencananya dadakan, lagian ntar ambilnya dimana Mbak, kan pean pulkam.
Hahahaha…Kalau saya disogok pake perlengkapan gunung gitu, mau banget, mas. Tuker yah! Tukeeeeerrrr… 😀
*ngekek*iya, bisa-bisa nyampe Malang H+7uhm setelah ini kami istirahat dulu, mungkin nanti keluar kota bowoh ke Hani n ikutan TeWaTe, doain Ibu ngijinin n ga sambat ditinggalin terus 😦
maksudnya bekpekerennya aja Mbak he3
aku punyanya perlengkapan sholaat Taah :))*salto ke belakang*
sebutaan atau gelar itu gak perlu, mas. sing penting sampeyan menikmati perjalanan.#hasyeeek :DTapi, seriusan lho. Bahkan, yang sempat jadi polemik di blog beberapa waktu lalu perihal buku panduan perjalanan, juga hanya gara2 ada yang merasa bangga dirinya sebagai backpacker, ada yang mencemooh gaya traveler mewah, dll.
titipin mb Nita …hihibersedia naik kereta ekonomi gak ? di lempuyangan tuh waktu aku mudik pesan tiket kembali ke jogja, KA ekonomi, masih banayk yg kosong :)skrg KA ekonomi ada nomor tempat duduk, tidak ada penumpang yg berdiri, lumayan siyaku pilih naik KA ekonomi dibanding naik bis, bisa jajan di sepanjang jalan …hihi
kan yang aku takutin kalo naik ekonomi itu ga kebagian tempat duduk, syukurlah kalo sekarang udah ada nomernya.maklum dulu pas kecil pengalaman pertama naik kereta malang-surabaya berdirii 😀
klo kemarin sih kami itu bukan gaya mewah tapi gaya narsis soalnya tasnya berat karena kebanyakan bawa baju ganti ahahahaha*bukakartu*
wah saya tuh penasaran lo mas ama bis yang dari Jawa ke Sumatera gitu… membayangkan perjalanannya kek gimana ya hohoho long trip buaaaaaaanget jadinya…kalau yang lewat Salatiga bis2 yang ke Sumatera itu emang kurang meyakinkan dan keknya sering lama2 gitu heheheninini baru tahu juga kalau tentang obat antimabuk, mung udah gak mabuk lagi sih saya hehehe
daripada penasaran terus mending dicobain aja Nas ntar kalo pulkam trus balik ke Painan naik bus.apa rahasianya ga mabukan lagi?
pengen instan cepet pulang biasane jadi ya lebih kesenengan via pesawat hihihipengennya sih gak pake kendaraan umum tapi pake kendaraan sendiri untuk menyusuri perjalanan itu… tantangan juga ya hehehehrahasia ndak mabukan? tak tahu juga ya mas, dengan sendirinya gitu sihjelasnya hal ini mulai saya sadari saat sudah berulang kali melewati rute Padang-Painan yang super itu alhamdulillah tak pernah mabuk lagi hehehe
Aduh, ssst, aib jangan dibocorin dong.. :”>Jujur saya nggak hobi backpack, milih bawa koper apa troli 😀 sayang punggung..
Ibunya yang mbocorin bukan saya :Diya sih, saya sayang pundak, pegeel bawa ransel berat2
wooooooooo panjangnya tulisan inisampe bolak balik buka page ini dehpertama buka baca setengah, minimize, lanjut kerjabalik lagi, baca sisanya, minimize, lanjut kerjabalik lagi, baru mau komenceritanya lengkap beneritu pas batal berangkat bareng rombongan ibuk2 aku udah sempet mencelos”yah….bataaaaaaaallll”eh ternyata semangat pantang mundur yak hehehebtw, kok ndak ada poto bareng mbah Kinah?
Draft love journey saya masih ngendon di file sampe sekarangbelon diposting2 jugatakut gak sempet ngurusi (baca : bales komen) setelah postingkerjaan lagi numpuk hiks hikstrus saya sampe bikin 3 draftmasih maju mundur mau posting yang manasoalnya cuma boleh kirim satu*ujung2nya bisa2 saya gak ikutan lomba nih* 😀
Mungkin krn backpackeran ga terencana, jd blm nyiapin plan B ya.Tapi sebenarnya kejutan2 tak terduga itu yg bikin backpackeran jd berwarna:-)
Ngintip dulu ya 😀
Seruu, biarpun panjang aku baca sampai habis..smoga menang ya wan
tersanjung deh baca perjuangan Mbak Arni membaca blog saya yang panjang ini he3kalo sama Ndut emang pantang mundur orangnya Mbak, salut deh ama dia.masih di camdig Mbak, belum bisa mindahin.
ah alesan aja iniih :Papa perlu dibantuin milih Mbak?
iyaa benerrr sekali, untung aja kejutan2 itu bisa diatasi dengan baik.
awas bintitan 😛
Makasih Teteh, aamiin.ikutan juga yuk, atau lomba Mozaik? kan suka baca.
Ada 4 foto dgn baju berbeda! Ish fashionable banget ya kaka?! :p
aah ga juga biasa aja kok :D*umpetin ransel yang penuh sama baju ganti*
*ngakak to the max*
saya belum akan mau lamaran dalam waktu dekat ini, mas.takut aja kalo saya dikasih perlengkapan shalat, jadinya jamuran malah 😀
aku kecil dulu mabukanrahasianya gak mabukan, 3thn sekolah di Malangpaling gak sebulan 2x perjalanan Nganjuk-Malang lewat Jombang-Kandangan-Ngantang-Pujon-Batu-Malang, jalur berliku2 itudari yg awalnya lemes banget, sampe’ akhirnya mblenek mabuk trus malah menikmati pemandangan, gak mabukan lagi….hihi
Hahaha, pengalaman Shant melawan mabuk sama banget nih ma aku :-)Dari yang awalnya muntah2 di atas kapal Banjarmasin-Semarang, masih disambung travel/bis ke Jogja (karena nyantri di Jogja) sampe akhirnya gak mabuk lagi, bahkan tahan banting keliling dunia ala backpacker! :-p
klo honeymoon begini, pasti berkesan banget, bisa diceritain ke anak nantinya 🙂
pastinyaaa dong, nanti disave sekalian ini blognya buat bukti he3
bukti otentik ya..hehe..
makasih udah ikutan Wan…. 🙂
mesranya…..