Alhamdulillah buku antologi saya yang ke (ngitung jari dulu) enam yaitu My Wedding Story: Kumpulan Kisah Inspiratif Menuju Pernikahan telah terbit di Mozaik Indie Publisher. Sesuai dengan nama dan tag-nya buku bersampul biru ini berisi kumpulan cerita kontributornya dalam mempersiapkan salah satu hari paling bersejarah dalam hidup mereka yaitu: pernikahan. Dan layaknya persiapan menuju pernikahan, persiapan buku ini menuju mesin cetak juga penuh perjuangan. Ada banyak cerita terjalin yang rasanya sayang jika saya simpan sendiri. Oleh karena itu ijinkan saya membaginya di sini.

Latar Belakang

Ketika saya akhirnya telah melaksanakan sunnah rosul yaitu menikah dengan belahan hati saya yaitu Ivonie Zahra, saya punya keinginan untuk membukukan kisah dan pengalaman saya selama mempersiapkan pernikahan mulai dari A hingga Z. Selain sebagai persembahan terindah untuk sang istri, saya ingin membagi kisah saya ini dengan orang lain, terutama yang masih lajang atau sedang mempersiapkan pernikahan. Tujuan saya adalah ingin memberikan semangat dan tell to them bahwa mereka tidak sendiri: Setiap pasangan yang akan menikah pasti akan mengalaminya. Bahwa dalam langkah menuju pernikahan itu akan ada ujian dan rintangan yang akan menguji niat, komitmen dan cinta kalian.

Niat sudah tersemat di hati, tinggal bagaimana saya merealisasikannya. Awalnya sih saya pengin menulis bareng istri, sudah terbayang bahwa ini akan menjadi proyek romantis kami berdua. Namun apalah daya, istri sudah punya proyek pribadi. Dia berniat membukukan kumpulan puisi pernikahan yang diambil dari lomba puisi pernikahan yang pernah dia adakan menjelang pernikahan kami dulu. Ya udah wes nggak apa-apa. Malah kayaknya lebih seru tuh, kalau nanti kami sama-sama ngasih kado buku masing-masing di hari anniversary kami nanti.

Saya pun memutuskan untuk membuat antologi saja. Pertimbangan saya, kisah saya terlalu pendek jika nanti dibuat buku solo. Trus juga pasti akan lebih seru dan beragam jika nanti bisa mengumpulkan banyak kisah dari orang lain. Saya juga yakin, pasti nggak hanya saja yang pengin menuliskan kisah pernikahan. Di luar sana pasti ada yang punya keinginan serupa, keinginan banyak orang pasti akan lebih didengar oleh Allah bukan? Trus juga dari segi marketing dan promosi juga pasti akan lebih kuat jika dilakukan bersama-sama he he he.

Proyek Dimulai

Alhamdulillah kehadiran Mozaik menjadi media yang cukup ampuh bagi saya untu mewujudkan ide-ide yang sering muncul di benak saya. Ide buku pernikahan ini pun saya wujudkan di Mozaik. Melalui sebuah audisi bertajuk My Wedding Story saya mendapatkan 54 naskah dari berbagai macam latar belakang penulis. Namun sayangnya saya tak bisa membukukan semua, kuota yang saya berikan adalah 19 naskah saja. Bersama istri, kami pun melakukan proses seleksi dan penjurian. Setiap naskah punya keunikan, kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kami juga punya jagoan masing-masing tapi syukurlah kami tetap bisa mengambil keputusan naskah siapa saja yang berhak lolos dan dibukukan. Sebagai entuk apresiasi atas antusiasme Mozaiker maka kami menambah jumlah kuota kontributor menjadi 24 naskah. Tiga naskah yang masuk tiga besar adalah: Salah Colek di Malam Pertama oleh Dwi AR, Kupinang Kau Dengan Seperangkat Alat Naik Gunung oleh Dee An dan Dari Januari Menuju November oleh Bharbara Crony. Tiga naskah itu berhasil masuk tiga besar karena keunikan ceritanya dan style mereka dalam membawakan cerita sehingga bisa menaklukkan hati kami berdua.

Ujian Cover

Setelah pengumuman naskah yang lolos, saya pun membuat group MWS di Facebook dengan tujuan agar bisa berkomunikasi dengan para kontributor terkait proses pengolahan naskah dan sebagainya. Hal pertama yang saya lakukan adalah membuat cover. Karena buku ini berkisah tentang pernikahan saya, ada keinginan untuk membuat cover sendiri. Saya sudah ada gambaran gambar apa yang ingin saya pakai. Sengaja saya memakai foto karena saya ingin buku MWS ini tampil lebih serius, tidak komikal seperti antologi-antologi sebelumnya.

Saya mempunyai foto janur kuning pengantin yang saya abadikan ketika salah satu teman menikah. Waktu itu saya tertarik memotretnya karena janur kuningnya melambai-lambai ditiup angin, begitu ikonik. Saya pikir janur kuning sangat tepat untuk mewakili kisah-kisah pernikahan di Indonesia. Maka sayapun mencoba mengolahnya dengan program editing gambar. Selain itu ada juga foto lain yang saya olah menjadi cover, pose tangan saya membentuk hati ketika rekreasi ke salah satu pantai di Blitar. Hasilnya dua cover berhasil saya buat.

cover mws ehone

Ketika dua cover ini saya tunjukkan di group, banyak sekali pro dan kontranya. Yang pro sependapat dengan saya jika janur kuning sangat Indonesia, cocok buat buku MWS yang notabene ditulis orang Indonesia. Yang kontra menyatakan kalau janur kuning lebih identik ke budaya Jawa dan simbolis salah satu agama di Indonesia. Sedangkan cover satunya tidak disetujui karena sudah ada buku sebelumnya yang memakai konsep seperti itu. Di sinilah, perbedaan pendapat mulai bermunculan, saya sendiri tak menduga bahwa ada beberapa kontributor MWS begitu kritis 😀 #nomention

Karena saya orangnya demokratis (uhuk) maka saya pun menerima semua saran yang masuk, lalu saya juga mempersilakan kontributor lainnya yang bisa membuat cover untuk berpartisipasi. Dee yang pernah membuat cover Love Journey menyumbangkan cover dengan gambar buku nikah, baju pengantin dan buklet bunga. Ada yang suka tapi ada juga yang nggak suka, salah satunya saya. Alasannya: Dee terlalu banyak memasukkan symbol pernikahan, jadi covernya terkesan rame sekali. Kontributor lainnya pun ada juga yang mengajukan usulan cover dan pasti muncul pro dan kontranya.

cover mws kontributor

Jujur saja, pembahasan yang panjang dan adu argument tentang kelebihan dan kekurangan cover-cover ini cukup menyita pikiran dan perhatian saya, sampai di satu titik saya merasa capek dan melihat pembahasan ini nggak akan menemukan titik temu. Sebenarnya sebagai owner penerbit, secara professional posisi saya berada ‘di atas’ mereka sehingga semua keputusan ada di tangan saya (mengutip advice desainer saya) tapi saya pikir karena ini buku antologi tak ada salahnya saya meminta pendapat mereka. Tapi ternyata ini menjadi boomerang sendiri bagi saya dan proses penerbitan MWS.

Akhirnya saya putuskan untuk memakai jasa desainer cover Mozaik saja, pilihan kami jatuh pada Rana Wijaya Soemadi. Para contributor jatuh cinta dengan desain cover The Last Soul yang merupakan hasil tangan dinginnya. Setelah menunggu seminggu, akhirnya dua desain ini diajukan oleh Rana kepada kami:

cover mws rana

Untuk desain pertama sebenarnya unik namun sayangnya sudah ada novel yang memakai konsep tersebut. Saya pribadi sejak pandanga pertama sudah jatuh cinta dengan desain kedua, selain karena warna birunya, rangkain gambar di kalender itu sangat mewakili sekali kisah-kisah yang disajikan di MWS. Maka dengan sedikit revisi warna agar lebih tua disepakatilah cover kedua sebagai cover resmi MWS.

my wedding story part 2 revisi 1

Urusan cover beres, untuk editing ditangani sendiri oleh istri sedangkan layout saya minta tolong Dee An, lagi-lagi karena melihat pengalamannya melayout Love Journey menjadi pertimbangan saya memilihnya. Saya sendiri saat itu selain sibuk mengurus buku-buku penulis solo juga berjibaku dengan pengerjaan skripsi.

Untuk membantu dari segi penjualan, kami mencoba mencari endorsement. Nama Mbak Imazahra Fatimah langsung muncul di benak saya karena kesuksesan beliau dengan buku Long Distance Love-nya itu. Ada usulan juga dari Dee yaitu Mbak Helene Jane Koloway karena beliau menikah dengan pria asing, kebetulan di buku MWS ada juga yang mengalami hal serupa. Ada juga usulan penulis lain dari kontributor lainnya namun setelah saya jajaki nggak berhasil, ada yang nggak merespon ada juga yang masih sibuk sehingga tak kunjung kelar baca draft MWS. #nomention

Ujian Endorsment dan Penulis Tamu.

Endorsement dari Mbak Helene lancar, yang dari Mbak Ima agak tersendat dikarena beliau saat itu masih menjalani Honeymoon Backpacker ke beberapa negara benua Asia bersama suami tercinta. Sebenarnya di awal-awal beliau sempat menolak juga karena keterbatasan waktunya, namun saya terus mencoba dan mengajukan opsi Mbak Ima tak perlu membaca semua naskah, cukup beberapa saja yang mewakili. Alhamdulillah Mbak Ima berkenan. Karena akses internet Mbak Ima hanya lewat hape maka sayapun mengirimkan naskah-naskah MWS via inbox hape. Saya mengangsurnya satu cerita per tiga hari. Tak terbayangkan perjuangan Mbak Ima membaca naskah yang panjang-panjang itu via hape, saluut dan makasih banget ya Mbak atas kesediaannya.

Siapa sangka, Mbak Ima ikutan jatuh cinta dengan proyek MWS dan ingin menyumbangkan tulisan juga. Wah surprise banget ini, tak menyangka Mbak Ima mau membagi kisah hidupnya bersama kami. Karena membagi kisah pernikahan itu butuh banyak pertimbangan, ada hal-hal sensitive yang mungkin bisa berabe kalau ditulsikan sehingga tak mungkin dibagi pada khalayak umum.

Meski masih di luar negeri Mbak Ima berjanji akan mengusahakan untuk mengetik kisahnya meski lewat hape, lagi-lagi saya salut dan memberikan tenggang waktu agak lama atas kegigihannya itu. Saya sendiri mencoba memberi pengertian kepada para kontributor yang sudah tak sabar menunggu MWS terbit bahwa proses penerbitan sebuah buku itu nggak bisa instant, banyak sekali element yang berpengaruh. Lagi pula, dari pihak percetakan sendiri saat itu memberitahu jika lagi overload dengan pesanan buku yang harus jadi sebelum puasa. Jadi mau tak mau kami harus sabar mengantri.

Mbak Ima akhirnya pulang ke Indonesia, saya berharap kepulangannya ini bisa memberinya waktu longgar untuk menuliskan naskah. Tapi sayangnya, kesibukan Mbak Ima dengan beberapa kegiatannya membuat saya harus bersabar lagi. Saya sampai sungkan karena keseringan mengingatkan beliau akan deadline cetak yang harus kami kejar. Alhamdulillah menjelang detik-detik deadline itu Mbak Ima akhirnya menyetorkan naskahnya, fiuuuh.

Ujian Cover Part 2

Naskah sudah dilayout ulang oleh percetakan, saya tinggal serahkan cover finall dimana nama Mbak Ima sudah masuk di cover depan. Saya periksa dulu hasil editan Rana namun ternyata nama Mbak Ima hanya dipasang di punggung buku. Waduh gimana nih. Akhirnya daripada makan waktu menghubungi Rana, saya inisiatif mengeditnya sendiri. Setelah selesai saya pun membuka pre-order MWS.

Ujian cover ternyata belum berakhir, Rana kurang suka dengan hasil editan saya. Sebagai seniman Rana merasa tersinggung karena saya sudah lancang mengubah hasil karyanya tanpa seijin dia, ditambah lagi saya memasang cover itu di depan umum dan menuliskan namanya sebagai pembuatnya. Upss, saya tak menyangka inisiatif yang saya ambil demi efisiensi waktu itu jadi berakibat fatal. Saya lalu memberikan pengertian padanya bahwa saya tak niatan seperti itu, akhirnya saya mencoba mengedit lagi dibantu Mas Ranu, desainer saya yang berdomisili di Malang. Lalu ada juga soal penempatan nama-nama kontributor lainnya yang sempat menjadi pertanyaan salah satu kontributor dan menghendaki ada perubahan lagi. Gosh please, belum cukup juga ujian untuk MWS.

MY WEDDING STORY NEW

Selain soal penempatan nama, soal penggunaan warna juga menjadi kendala. Rana mendesain cover kami dengan basic warna RGB sedangkan pihak percetakan mencetak dengan basic warna CMYK. Dua basic warna ini mempunyai warna yang berbeda sehingga apa yang tampil di monitor saya mempunyai resiko tidak sama dengan hasil cetaknya nanti. Perbedaannya tidak radikal sih, mungkin hanya sedikit lebih tua atau lebih muda saja warnanya.

Finally

Pagi itu saya masih tertidur sebentar setelah sahur ketika Ibu berteriak dari ruang tamu kalau ada barang kiriman untuk Mozaik. Saya langsung menduga kalau itu pasti kiriman dari percetakan karena sehari sebelumnya mereka sudah memberitahukan hal itu.

Alhamdulillah, Finally buku My Wedding Story telah sampai di markas Mozaik. Tiap kali ada buku baru Mozaik yang terbit dan selesai cetak saya selalu merasa exciting. Rasanya legaaa sekaliii, boleh dibilang rasanya seperti saat baru saja mengucap ijab kabul. Segala perjuangan dan ujian berliku yang kami lewati rasanya sirna begitu melihat penampakkan MWS di depan mata saya. Kekhawatiran itu terjadi, ada sedikit perbedaan warna antara tampilan cover MWS di PC dan hasil cetaknya. Namun hal itu tak mengurangi kegembiraan saya, MWS tetep keren dan memikat kok. Liat tuh penampakkannya.

mws cetakan

Tidak berlebihan jika saya menyamakan proses penerbitan MWS ini sama beratnya kayak proses persiapan pernikahan. Ujian yang datang dan perbedaan pendapat yang muncul itu sama kayak yang saya alami ketika mempersiapkan pernikahan dulu. Jika tak pandai mengolah rasa dan ego, bisa saja terjadi pertengkaran yang berkepanjangan yang berdampak pada rencana indah yang telah disusun sedemikian rupa. Itu yang saya rasakan sih, nggak tahu kalau kontributor lainnya.

Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dan membantu terwujudnya proyek My Wedding Story ini. Mohon maaf jika ada sikap dan tulisan saya yang mungkin tak berkenan di hati, semoga tidak kapok bekerja sama dengan Mozaik, khususnya saya. Ada banyak pelajaran dan hikmah yang saya petik dari semua rangkain peristiwa yang telah kita alami. Perjuangan kita belum berakhir teman-teman, justru perjuangan yang sebenarnya telah menanti di depan mata. Akankah MWS mampu memenuhi harapan dan tujuan kita bahwa MWS akan menjadi sumber inspirasi bagi para pembacanya? Ataukah hanya akan menjadi just another wedding book? Jawabannya kembali ke awal di saat kita menuliskan kisah, sebuah tulisan dari hati pasti akan sampai ke hati juga. Wassalam.

 NB: Bagi yang berminat berikut cara pemesanannya

Ketik: Nama_MWS_Jumlah eksemplar_alamat lengkap
ke: Ihwan (085749654481) Ivonie: (085743858026) Whats App (081233901302) atau Pin BB: 25B6EAE7.

Harga belum termasuk ongkir. Untuk pembayaran:
– BRI an. Ihwan Hariyanto norek: 057901017412500
-BNI an. Ihwan Hariyanto norek: 0189982456
– BCA an. Ihwan Hariyanto norek: 3150837625

 

About Mr. Moz

Berjiwa muda dan semangat dalam berkarya

Satu tanggapan »

  1. omnduut berkata:

    Luar biasa perjuangannya ya Wan. Tapi insyaAllah akan sepadan dengan kesuksesannya kelak 🙂

    • Mr. Moz berkata:

      Iya, ntar kamu ngerasain juga *ups salah fokus 😀
      di sini juga sengaja aku buka ‘kelemahan’ soal hasil cetak cover itu biar ntar kalo kamu resensi ga dibahas lagi 😛 *ngarep.com

  2. serasa baca cerpen perjuangan penuh semangat 45 😀
    congratz ya Mr. Moz, your baby book was already born, safe n well. I’m very glad joining this project. mugo2 laris manis n menginspirasi pembaca
    **sambutan bule karbitan – indo Jerman (Jejer Kauman) 😉

    • Mr. Moz berkata:

      wekekekeke ini perjuangan 2013 Mbak 😛
      selamat juga buat sampeyan, ini bayi hasil bareng-bareng woaaah kesannya kayak opo ae, bayi bareng2, ga jelas bapake no. *dijitak*
      aamiin, aku liat para kontributor MWS semangat kok promonya,sepadanlah ama kekritisannya 😉

  3. diah indri berkata:

    Jaman dulu suami sy sering ikut antologi, kalau g salah penerbitnya boliners
    Waktu ada pengumuman audisinya, sudah disertai cover buku kelak.
    Ada kelebihan n kekurangan masing2 ya, tp saya lebih suka kontributor diikutsertakan dalam proses. Jadi lebih semangat promonya hehehe…

    Nunggu audisi antoligi dr mozaik berikutnya. Gmn klo ttg lebaran xoxxoxo

    • Mr. Moz berkata:

      audisi Bukan Lajang Desperado kemarin sudah ada covernya, sebab aslinya itu kan ide buku solo saya yang udah pesen cover jauh-jauh hari.
      iya bener, ada plus minusnya, plusnya adalah penerbit ga perlu pusing lagi hi3

      gimana kalo Mbak ajuin proposalnya untuk jadi PJ antologi lebaran itu? ajak temen buat jadi partner, Mbak Uniek boleh tuh.

  4. Dee An berkata:

    behind the book ini sendiri bisa dijadiin satu naskah, wan 🙂

    selamat yaaa… setidaknya sekarang udah bia bernafas lega karena bukunya udah cetak.
    betewe itu biodata yang missing gak ikutan ditulis ya? 😀

    • Mr. Moz berkata:

      Iya, ini sebenarnya juga lagi nabung naskah buat proyek buku tentang seluk-beluk penerbitan indie 😉

      Makasih, selamat juga buatmu. Nafas lega? untuk sementara, naskah BLD sudah menanti.
      hehehe iya kelupaan, untung Mbak Triana ga sampe marah n mau memaklumi.

  5. ibuseno berkata:

    Ngos2-an bacanya.. perjuangannya luar biasa ya Wan.. tapi hasilnya juga sama.. luar biasa keren.. salut buat semuanya, smoga lancar & sukses buku MWS

    • Mr. Moz berkata:

      ini nulisnya dua hari Teh, moga ngos-ngosan bukan karena tulisannya terkesan terbur-buru ya.
      iya benerrr banget, kerja seorang PJ itu ga mudah, menghandle naskah dan penulis dengan berbagai macam sifat n karakter.
      Aamiin, makasih, sayang ya Teh Icho ga mau ikutan kemarin.

      • ibuseno berkata:

        Bukan gak mau ikutan wan… gak sempet dan critanya soal nikahnya agak2 gak mau di publish hihi… maluuuu

      • Mr. Moz berkata:

        I see, seperti yang kubilang di atas, menulis kisah pernikahan emang butuh pertimbangan khusus cos kadang ada hal-hal yang tidak bisa dipublish, pintar2nya kita aja Teh memilah dan memilih 🙂

  6. ALE berkata:

    Mr. Moz emang keren… 😉

    • Mr. Moz berkata:

      Suwun Le, tujuanku nulis bukan ingin disebut keren kok. Tapi ingin berbagai pengalaman n pembelajaran tentang bagaimana perjuangan menjadi seorang PJ.

      • Dee An berkata:

        Jadi inget aku ama Fatah juga pernah menuliskan suka duka jadi PJ Love Journey 🙂
        Mulai dari mengadakan lomba, penjurian, memilah memilih naskah, bagi tugas editing, layout, cover, diskusi biaya cetak, dsb….
        Emang bener, rasanya sayang kalo suka duka plus perjuangan yang sedemikian itu kita simpan sendiri. Mending kita bagi-bagi, untuk jadi bahan belajar juga buat semua… Bahwa jadi PJ itu berat, jendral! 😀

        Melelahkan tapi penuh proses pembelajaran 🙂

      • Mr. Moz berkata:

        Sepakaatttt, aku kan juga ikut merasakan bagaimana proses penerbitan Love Journey.
        Makanya aku punya ide untuk bikin audisi PJ agar semua orang bisa ikut belajar dan merasakan pengalaman yang sangat berharga ini.

  7. anchaanwar berkata:

    Ga nyangka ya, debatable banget.
    Tapi salut deh gw, Mr. Moz masih bisa menangani semua.
    Well, semoga sukses penjualannya, ditunggu sequel MWS selanjutnya, karena gw sudah punya cerita jadi bisa ikut berpartisipasi. Yayyyyy 😀

    • Mr. Moz berkata:

      Alhamdulillah, meski masih ada kurang di sana-sini tapi aku sudah usahain yang terbaik dari kemampuanku.
      Aaamiin, order dong biar sukses he3.
      Cieee yang semangat banget neh mau cerita malam pertama, ga mau kalah sama Dwi AR.

      • anchaanwar berkata:

        Masih banyak yg lebih menarik dari Malam Pertama kali Mr. Moz 😀
        Lagipula yg MP itu mah bukan konsumsi publik juga buat gw 🙂

        Sekali lagi sukses ya Wan

      • Mr. Moz berkata:

        Wekekekeke iya-ya Cha, gue kan becanda tapi kalo diseriusin yo ga apa-apa 😛
        *dirajam*
        Aamiin, sukses juga buatmu.

  8. kebomandi berkata:

    pengen peseeen.. tapi, itu gak dijual di gramed gitu ya mas? hehe

  9. […] My Wedding Story ::: | 2013 | Penulis : Ihwan Hariyanto, Dwi AR, Imazahra dkk | Penyunting : Ivonie Zahra | | Perancang Sampul : Rana Wijaya Soemadi | Tata […]

  10. faziazen berkata:

    iya..kalo percetakan biasanya pake CMYK
    biasanya graphic designer bisa bikin karya yang mirip dengan hasil cetakan, kalo pake produk apple (macbook air) ..tapi masih mihil

Tinggalkan Balasan ke Mr. Moz Batalkan balasan